Senin, 28 Oktober 2013

Sistem Endokrin (Diabetes Melitus)

DIABETES MELITUS
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
  • Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Silvia. Anderson Price, 1995)
  • Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikan dengan ketidak ade kuatan penggunaan insulin (Barbara Engram; 1999, 532)
  • Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang komplek yang melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dan berkembangnya komplikasi makro vaskuler, mikro vaskuler dan neurologis (Barbara C. Long, 1996).
2. Etiologi
Penyebab Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 1995 adalah :
a.    DM Tipe I (IDDM : DM tergantung insulin)
•    Faktor genetik / herediter
Faktor herediter menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel beta terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan antibodi  autoimun melawan sel-sel beta, jadi mengarah pada penghancuran sel-sel beta.
•    Faktor infeksi virus
Berupa infeksi virus coxakie dan Gondogen yang merupakan pemicu yang menentukan proses autoimun pada individu yang peka secara genetik
b.    DM Tipe II (DM tidak tergantung insulin = NIDDM)
•    Terjadi paling sering pada orang dewasa, dimana terjadi obesitas pada individu obesitas dapat menurunkan jumlah resoptor insulin dari dalam sel target insulin diseluruh tubuh. Jadi membuat insulin yang tersedia kurang efektif dalam meningkatkan efek metabolik yang biasa.
c.    DM Malnutrisi
•    Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah protein sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik (Fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak.
•    Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD)
Karena kekurangan protein yang kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta pancreas
d.    DM Tipe Lain
•    Penyakit pankreas seperti : pancreatitis, Ca Pancreas dll
•    Penyakit hormonal
Seperti : Acromegali yang meningkat GH (growth hormon) yang merangsang sel-sel beta pankeras yang menyebabkan sel-sel ini hiperaktif dan rusak
•    Obat-obatan
-    Bersifat sitotoksin terhadap sel-sel  seperti aloxan dan streptozerin
-    Yang mengurangi produksi insulin seperti derifat thiazide, phenothiazine dll.
3. Manifestasi klinis
1. Poliuria
2. Polidipsi
3. Polipagia
4. Penurunan berat badan
5. Kelemahan, keletihan dan mengantuk
6. Malaise
7. Kesemutan pada ekstremitas
8. Infeksi kulit dan pruritus
9. Timbul gejala ketoasidosis & samnolen bila berat
4. Patofisiologi   WOC (terlampir)
5. Penatalaksanaan
Tujuannya :
a.    Jangka panjang    : mencegah komplikasi
b.    Jangka pendek    : menghilangkan keluhan/gejala DM
Penatalaksanaan DM
a.    Diet
Perhimpunan Diabetes Amerika dan Persatuan Dietetik Amerika Merekomendasikan = 50 – 60% kalori yang berasal dari :
•    Karbohidrat    60 – 70%
•    Protein    12 – 20 %
•    Lemak    20 – 30 %
b.    Latihan
Latihan dengan cara melawan tahanan dapat menambah laju metablisme istirahat, dapat menurunkan BB, stres dan menyegarkan tubuh.
Latihan menghindari kemungkinan trauma pada ekstremitas bawah, dan hindari latihan dalam udara yang sangat panas/dingin, serta pada saat pengendalian metabolik buruk.
Gunakan alas kaki yang tepat dan periksa kaki setiap hari sesudah melakukan latihan.
c.    Pemantauan
Pemantauan kadar Glukosa darah secara mandiri.
d.    Terapi (jika diperlukan)
e.    Pendidikan
(Brunner & Suddarth, 2002)
6.    Pemeriksaan Diagnostik
    Gula darah meningkat
Kriteria diagnostik WHO untuk DM pada dewasa yang tidak hamil :
Pada sedikitnya 2 x pemeriksaan :
a.    Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b.    Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c.    Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial) > 200 mg/dl.
    Tes Toleransi Glukosa
Tes toleransi glukosa oral : pasien mengkonsumsi makanan tinggi kabohidrat (150 – 300 gr) selama 3 hari sebelum tes dilakukan, sesudah berpuasa pada malam hari keesokan harinya sampel darah diambil, kemudian karbohidrat sebanyak 75 gr diberikan pada pasien
(Brunner & Suddarth, 2003)
    Aseton plasma (keton)    : positif secara mencolok
    Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
    Osmolaritas serum : meningkat, < 330 mosm/dl
    Elektrolit :
    Natrium    :     meningkat atau menurun
  Kalium    :    (normal) atau meningkat semu (pemindahan seluler) selanjutnya menurun.
    Fosfor    :    lebih sering meningkat
    Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan Po menurun pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkolosis resperatorik.
    Trombosit darah : H+ mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis; hemokonsentrasi merupakan resnion terhadap sitosis atau infeksi.
    Ureum/kreatinin : meningkat atau normal (dehidrasi/menurun fungsi ginjal).
    Urine : gula dan aseton (+), berat jenis dan osmolaritas mungkin meningkat.
(Doengoes, 2000)
7.    Komplikasi
a.    Komplikasi metabolik
•    Ketoasidosis diabetik
•    HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non Ketotik)
b.    Komplikasi
•    Mikrovaskular kronis (penyakit ginjal dan mata) dan Neuropati
•    Makrovaskular (MCl, Stroke, penyakit vaskular perifer).
(Brunner & Suddarth, 2002)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a.    Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
b.    Riwayat Kesehatan Dahulu
o    Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional
o    Riwayat ISK berulang
o    Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan penoborbital.
o    Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
c.    Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
d.    Pemeriksaan Fisik
o    Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
o    Kardiovaskuler
Takikardia / nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
o    Pernafasan
Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton.
o    Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
o    Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare (bising usus hiper aktif).
o    Reproduksi/sexualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria, dan sulit orgasme pada wanita
o    Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
o    Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak, lesi/ulserasi/ulkus.
e.    Aspek psikososial
o    Stress, anxientas, depresi
o    Peka rangsangan
o    Tergantung pada orang lain
f.    Pemeriksaan diagnostik
o    Gula darah meningkat > 200 mg/dl
o    Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
o    Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
o    Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
o    Alkalosis respiratorik
o    Trombosit darah :  mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
o    Ureum/kreatinin : mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan fungsi ginjal.
o    Amilase darah : mungkin meningkat > pankacatitis akut.
o    Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I), normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan insufisiensi insulin.
o    Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
o    Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin meningkat.
o    Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih,  infeksi pada luka.
2. Diagnosa keperawatan
a.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan osmotik, kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
b.    Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
c.    Resti infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan sirkulasi.
d.    Resti perubahan sensori perseptual berhubungan dengan perubahan kimia endogen (ketidak seimbangan glukosa/insulin dan elektrolit.
e.    Ketidakberdayaan berhubungan dengan ketergantungan pada orang lain, penyakit jangka panjang.
f.    Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi. (Doengoes, 2000)
C. Intervensi
1.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, kehilangan gastrik berlebihan, masukan yang terbatas.
Data yang mungkin muncul :
Peningkatan haluaran urin, urine encer, haus, lemah, BB, kulit kering, turgor buruk.
Hasil yang diharapkan :
Tanda vital stabil, turgor kulit baik, haluaran urin normal, kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi    Rasional
Mandiri
1.    Pantau tanda vital    Hipovolemia dapat ditandai dengan hipotensi dan takikardi.
2.    Kaij suhu, warna kulit dan kelembaban.    Demam, kulit kemerahan, kering sebagai cerminan dari dehidrasi.
3.    Pantau masukan dan pengeluaran, catat bj urin    Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairanpengganti, fungsi ginjal dan keefektifan terapi.
4.    Ukur BB setiap hari    Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dan status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
5.    Pertahankan cairan  2500 cc/hari jika pemasukan secara oral sudah dapat diberikan.    Mempertahankan hidrasi/volume sirkulasi
6.    Tingkatkan lingkungan yang nyaman selimuti dengan selimut tipis    Menghindari pemanasan yang berlebihan pada pasien yang akan menimbulkan kehilangan cairan.
7.    Catat hal-hal yang dilaporkan seperti mual, nyeri abdomen, muntah, distensi lambung.    Kekurangan cairan dan elektrolit mengubah motilitas lambung, yang sering menimbulkan muntah sehingga terjadi kekurangan cairan atau elektrolit.
Kolaborasi
8.    Berikan terapi cairan sesuai indikasi
Tipe dan jumlah cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual.
9.    Pasang selang NGT dan lakukan penghisapan sesuai dengan indikasi.    Mendekompresi lambung dan dapat menghilangkan muntah.
2.    Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak cukupan insulin, penurunan masukan oral, hipermetabolisme
Data : Masukan makanan tidak adekuat, anorexia, BB, kelemahan, kelelahan, tonus otot buruk, diare.
Kriteria Hasil : Mencerna jumlah nutrien yang tepat, menunjukkan tingkat energi biasanya, BB stabil/.
Intervensi    Rasional
Mandiri
1.    Timbang BB setiap hari    Mengkaji pemasukan makananyang adekuat (termasuk absorpsi).
2.    Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dihabiskan pasien.    Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan.
3.    Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri, abdomen, mual, muntah.    Hiperglikemi dapat menurunkan motilitas/ fungsi lambung (distensi atau ileus paralitik) yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
4.    Identifikasi makanan yang disukai.    Jika makanan yang disukai dapat dimasukkan dalam pencernaan makanan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang.
5.    Libatkan keluarga pada perencanaan makan sesuai indikasi.    Memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien.
6.    Kolaborasi dengan ahli diet    Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan pasien.
3.    Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi lekosit/perubahan sirkulasi.
Data : -
Kriteria hasil : Infeksi tidak terjadi
Intervensi    Rasional
Mandiri
1.    Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan.    Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketuasidosis atau infeksi nasokomial.
2.    Tingkatkan upaya pencegahan dengan mencuci tangan bagi semua orang yang berhubungan dengan pasien, meskipun pasien itu sendiri.    Mencegah timbulnya infeksi nasokomial.
3.    Pertahankan teknik aseptik prosedur invasif.    Kadar glukosa tinggi akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4.    Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sugguh, massage daerah yang tertekan. Jaga kulit tetap kering, linen tetap kering dan kencang.    Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya iritasi kulit dan infeksi.
5.    Bantu pasien melakukan oral higiene.    Menurunkan resiko terjadinya penyakit mulut.
6.    Anjurkan untuk makan dan minum adekuat.    Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi.
7.    Kolaborasi tentang pemberian antibiotik yang sesuai    Penanganan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : EGC.
Engram, B. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta : EGC.
Brunner & Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2. Jakarta : EGC.
Price. S.A. (1995). Patofisiologi, Edisi Kedua, Jakarta : EGC.
Jan Tambayong, dr. (2000). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Kamis, 24 Oktober 2013

Sistem Pencernaan (Gastroenteritis)

GASTROENTEROLOGI

I.                   DEFENISI
Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan / tanpa darah dan / atau lender dalam tinja. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak dan berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat.

II.                ETIOLOGI
Infeksi          : Virus (Rotavirus, Adenovirus, Norwalk , bakteri ( Shigella, Salmonella, E. colli, Vibrio) ; parasit (protozoa : E. histolycia, G. lambli, Balantidium colli; cacing perut: Askaris, Trikuris, Strongiloideus,dan jamur : Kandida )
Malabsorpsi  : Karbohidrat ( intoleransi laktosa ), lemak, atau protein
Makanan      : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
Imunodefisiensi
Psikologis     : rasa takut dan cemas

Berdasarkan patofisiologinya, maka penyebab diare dibagi menjadi :
1.      Diare sekresi, yang dapat disebabkan oleh infeksi virus, kuman pathogen dan apatogen; hiperperistaltik usu halus akibat bahan kimia atau makanan, gangguan psikis, gangguan saraf, hawa dingin, alergi; dan defisiensi imun terutama IgA sekretorik.
2.      Diare osmotic, yang dapat disebabkan oleh malabsorpsi makanan, kekurangan kalori protein (KKP), atau bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Pada diare akan kekurangan air (dehidrasi ), gangguan keseimbangan asam basa ( asidosis metabolic ), yang secara klinis berupa pernapasan kussmaul, hipoglikemia, gangguan gizi, dan gangguan sirkulasi.

III.             MANIFESTASI KLINIS
Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemungkinan timbul diare. Tinja makin cair, mungkin mengandung darah dan / lender, warna tinja berubah menjadi kehijau – hijauan karena tercampur empedu. Anus dan sekitarnay lecet karena tinja menjadi asam.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan / sesudah diare. Bila telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan turun. Pada bayi, ubun – ubun besar cekung. Tonus dan turgorkulit berkurang. Selaput lendir mulut dan bibir kering.


IV.             PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Pemeriksaan tinja        : makroskopis dan mikroskopis, pH dan kadar gula jika diduga ada intoleransi gula (sugar intolerance ), biakan kuman untuk mencari kuman penyebab dan uji resistensi terhadap berbagai antibiotika (pada diare persisten).
2.      Pemeriksaan darah      :  darah perifer lengkap, analis gas darah dan elektrolit ( terutama Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang )
3.      Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal
4.      Duodenal intubation, untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik.


V.                PENATALAKSANAAN
Prinsip :
1.      Diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit tanpa melihat etiologinya. Tujuan terapi rehidrasi untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat (terapi rehidrasi) kemudian mengganti cairan yang hilang sam pai diarenya berhenti  ( terapi rumatan ).

Jumlah cairan yang diberi harus sama dengan jumlah cairan yang telah hilang melalui diare dan/ atau muntah (previous water losses = PWL ); ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin, dan pernapasan (normal water losses = WNL); dan ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang melalui tinja dan muntah yang masih terus berangsung (concomitant water losses = CWL). Jumlah ini tergantung pada derajat dehidrasi serta berat badan masing – maisng anak atau golongan umur.

a.       Jumlah cairan (mL) yang hilang pada anak umur <2 tahun (BB 3-10 kg) sesuai dengan derajat dehidrasi
DEHIDRASI
PWL
NWL
CWL
JUMLAH
Ringan
50
100
25
175
Sedang
75
100
25
200
Berat
125
100
25
250

b.      Jumlah cairan (mL) yang hilang pada anak umur 2-5 tahun (BB 10-15 kg) sesuai dengan derajat dehidasi
DEHIDRASI
PWL
NWL
CWL
JUMLAH
Ringan
30
80
25
135
Sedang
50
80
25
155
Berat
80
80
25
185


c.       Jumlah cairan (mL) yang hilang pada anak umur >15 tahun (BB 15-25 kg) sesuai dengan derajat dehidrasi
DEHIDRASI
PWL
NWL
CWL
JUMLAH
Ringan
25
65
25
115
Sedang
50
65
25
140
Berat
80
65
25
170

2.      Makanan harus diteruskan bahkan ditingkatkan selama diare untuk menghindarkan efek buruk pda status gizi.
3.      Antibiotic dan antiparasit tidak boleh digunakan secara rutin, tidak ada manfaatnya untuk kebanyakan kasusu, termasuk diare dengan panas, kecuali pada :
-          Disentri, bila tidak berespon pikirkan kemungkinan amoebiasis
-          Suspek kolera dengan dehidrasi berat
-          Diet persisten
4.      Obat – obat antidiare meliputi antimotilitas (misal: loperamid, difenoksilat, kodein, opium), adsorben (missal : norit, kaolin, attapulgit). Antimuntah termasuk prometazin dan klorpromazin. Tidak satupun obat – obat ini terbukti mempunyai efek yang nyata untuk diare akut dan beberapa malahan mempunyai efek yang membahayakan. Obat – obat ini tidak boleh diberikan pada anak <5 tahun.
Table derajat dehidrasi
Penilaian
A
B
C
Lihat :
keadaan umum


Mata


Air mata

Mulut dan lidah

Rasa haus


Periksa :
Turgor kulit

Hasil pemeriksaan


Terapi

Baik, sadar


Normal  


Ada

Basah

Minum biasa tidak haus


Kembali cepat

Tanpa dehidrasi


rencana terapi A

Gelisah, rewel


Cekung


Tidak ada

Kering

Haus, ingin minum banyak


Kembali lambat

Dehidrasi ringan/ sedang

Rencana terapi B

Lesu, lunglai, atau tidak sadar

Sangat cekung dan kering

Tidak ada

Sanat kering

Malas minum atau tidak bisa minum


Kembali sangat lambat

Dehidrasi berat


Rencana terapi C


Rencana terapi A
Digunakan untuk :
1.      Mengatasi diare tanpa dehidrasi
2.      Meneruskan terapi diare dirumah
3.      Memberikan terapi awal bila anak terkena diare lagi
Tiga cara dasar terapi dirumah adalah sebagai berikut :
1.      Berikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya untuk mencegah dehidrasi
-          Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti cairan oralit, makanan cair (sup, air tajin, minuman yoghurt) atau air matang. Gunakan larutan oralit untuk anak seperti dijelaskan dalam kotak dibawah (catatan: jika anak berusia <6 bulan dan belum makan yang cair)
-          Berikan larutan ini sebanyak anak mau
-          Teruskan pemberian larutan ini hinging diare berhenti
2.      Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi
-          Teruskan ASI atau susu yang biasa diberikan
-          Untuk anak <6 bulan dan belum mendapat makanan padat dapat diberikan susu yang dicairkan dengan air yang sebanding selama 2 hari
-          Bila anak 6 bulan atau lebih mendapat makanan padat
·         Berikan bubur atau campuran tepung lainnya, bila mungkin dicampur dengan kacang – kacangan, sayur, daging, atau ikan, tambahan 1 atau 2 sendok the minyak sayur tiap porsi
·         Biarkan sari buah segar atau pisang halus untuk menambah kalium
·         Berikan makanan yang segar, masak dan haluskan atau tumbuk dengan baik
·         Dorong anak untuk makan, berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari
·         Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti dan berikan tambahan setiap hari selama 2 minggu
Bahwa anak kepada petugas bila anak tidak membaik dalam 3 hari atau menderita sebagai berikut :
-          Buang   air besar cair sering kali
-          Muntah berulang – ulang
-          Sangat haus sekali
-          Makan atau minum sedikit
-          Demam
-          Tinja berdarah
Jika anak akan diberi larutan diare dirumah, tunjukan kepada ibu jumlah oralit yang diberikan setiap habis buang air besar dan berikan oralit yang cukup untuk 2 hari.
Cara memberikan oralit :
1.      Berikan sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak dibawah umur 2 tahun
2.      Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua
3.      Bila anak muntah tunggulah 10 menit. Kemudian berikan cairan lebih sedikit (misalnya sesendok tiap 1-2 menit)
4.      Bila diare berlanjut setelah bungkus oralit habis, beritahu ibu untuk memberikan cairan lain seperti dijelaskan dalam cara pertama atau kembali kepada petugas kesehatan untuk mendapatkan tambahan oralit.
Cairan oralit yang dianjurkan oleh WHO, tiap 1 liter mengandung 3,5 g/l natrium klorida, 2,5 g/l natrium bikarbonat, 1,5 g/l kalium klorida, dan 20 g/l glukosa. Elektrolit yang dikandung meliputi natrium 90 mMol/l, klorida 80 mMol/l, kalium 20 mMol/l, bikarbonat 30 mMol/l, dan glukosa 111 mMol/l.

Rencana pengobatan B
Dalam 3 jam pertama berikan 75 ml/kgBB atau bila berat badan anak tidak diketahui dan atau memudahkan dilapangan, berikan oralit paling sedikit sesuai table.
Umur
<1 tahun
1-5 tahun
>5 tahun
Dewasa
Jumlah oralit
300 mL
600mL
1200mL
2400mL

·         Bila anak menginginkan lebih banyak oralit, berikanlah
·         Dorong ibu untuk meneruskan ASI
·         Untuk bayi <6 bulan yang tidak mendapatkan asi, berikan juga 100-200 ml air masak selama masa ini
Amati anak dengan seksama dan bantu ibu memberikan oralit:
·         Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan
·         Tunjukan cara memberikannya – sesendok teh tiap 1-2 menit untuk anak di bawah 2 tahun , beberapa teguk dari cangkir – untuk anak yang lebih tua.
·         Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah
·         Bila anak muntah tunggu 10 menit, kemudian teruskan pemberian oralit lebih lambat, misalnya sesendok tiap 2-3 menit
·         Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan berikan air masak atau ASI. Beri oralit sesuai rencana A bila bengkak telah hilang.
Setelah 3-4 jam, nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian, kemudian pilih rencana A,B, atau C untuk melanjutkan pengobatan.
·         Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke rencana A. bila dehidrasi telah hilang, anak biasanya kencing dan lelah kemudian  mengantuk dan tidur.
·         Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang, ulangi rencana B tetapi tawarkan makanan, susu, dan sari buah seperti rencana A
·         Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan rencana C.
Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana pengobatan B:
·         Tunjukkan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam pengobatan 3 jam dirumah
·         Berikan bungkus oralit untuk rehidrasi dan untuk 2 hari seperti dijelaskan dalam rencana A
·         Tunjukkan cara menyiapkan larutan oralit.
-          Memberikan oralit atau cairan lain hingga diare berhenti
-          Member makan anak
-          Membawa anak ke petugas kesehatan bila perlu